Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Masa usia dini adalah periode penting yang memberikan pengalaman awal dalam rentang kehidupan manusia. Pengalaman awal yang diperoleh anak pada masa tersebut akan mempengaruhi sikap, perasaan, pikiran dan perilaku anak pada tahap selanjutnya.

Pelatihan dan pengkondisian yang diberikan pada anak secara berkelanjutan akan membantu anak mencapai berbagai tugas perkembangannya secara optimal. Pemahaman terhadap perkembangan anak adalah faktor penting yang harus dimiliki guru dalam rangka optimalisasi potensi anak.

Pemahaman terhadap perkembangan anak meliputi berbagai aspek diantaranya fisik-motorik, emosi-sosial, kognitif/intelektual, bahasa, dan pemahaman nilai-nilai moral dan agama.

Guru yang memiliki pemahaman terhadap perkembangan anak diharapkan dapat memberikan stimulasi yang sesuai dengan karakteristik anak dan memiliki harapan yang realistis terhadap anak didiknya.

Pemahaman terhadap perkembangan anak juga perlu diiringi dengan pemahaman guru terhadap perkembangan dirinya sendiri yang berperan sebagai tauladan bagi anak didik.

Salah satu tugas perkembangan yang perlu dimiliki anak adalah ketrampilan dalam belajar untuk menghasilkan gagasan melalui eksplorasi terhadap lingkungan. Tugas perkembangan tersebut terkait erat dengan perkembangan kognitif anak yang mencakup perkembangan intelektual dan pertumbuhan mentalnya.

Perkembangan kognitif perlu didukung oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kematangan fisik, pengalaman dan interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, proses berpikir yang melibatkan berbagai aktivitas mental kepada anak seperti memerhatikan, mengingat, merencanakan, menalar, memecahkan masalah sederhana dan sebagainya, sangat dibutuhkan.

Untuk mendukung hal tersebut, maka keterlibatan anak secara fisik, intelektual, dan emosional diperlukan untuk mengoptimalkan proses belajar.

Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO yang menyatakan bahwa pendidikan adalah serangkaian aktivitas untuk menanamkan kecakapan hidup (life skills), kecakapan untuk bertindak (to do), kecakapan untuk hidup (to be), kecakapan belajar (to learn), dan kecakapan hidup bersama.

Dengan demikian tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan kecakapan kognitif, afektif (emosi, sosial, spiritual) dan psikomotorik.

Gagasan pada anak dapat ditumbuhkan dengan memberi kesempatan belajar dengan berbagai gaya. Anak belajar dengan bermacam cara, diantaranya belajar melalui bermain, belajar dengan melakukan kegiatan (learning by doing), belajar melalui stimulasi panca indra, dan belajar dengan segenap kecerdasan majemuknya.

Anak dapat belajar dengan optimal jika ditunjang situasi yang aman dan nyaman, secara fisikmaupun psikologis. Dalam hal ini, situasi belajar harus bersifat kolaboratif, eksploratif, dimana anak terlibat langsung dalam kegiatan belajar, dan dapat saling berkomunikasi.

Situasi belajar di mana anak usia dini ditekankan untuk mengerjakan berbagai soal calistung (baca-tulis-hitung), tidak sesuai dengan karakteristik perkembangan anak. Jika penekanan belajar calistung yang bersifat akademik diberikan pada anak usia dini, maka anak tidak mendapat pelajaran yang bermakna dan kontekstual

Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Pengertian

Kognisi adalah proses dan produk yang terjadi dalam otak sehingga menghasikan pengetahuan. Kognisi mencakup berbagai aktivitas mental seperti memperhatikan, mengingat, melambangkan, mengelompokkan, merencanakan, menalar, memecahkan masalah, menghasilkan dan membayangkan.

(Cognition refers to the inner processes and products of the mind that leads to “knowing”. It includes all mental activities-attending, remembering, symbolizing, categorizing, planning, reasoning, problem solving, creating and fantasizing).

Perkembangan kognitif anak melibatkan ketrampilan belajar pada anak yang teradi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), dan kegiatan mental internal yang kompleks. Dengan demkian ketrampilan belajar bukan hanya diperoleh karena perubahan perilaku atau sekedar karena proses kematangan.

Teori tenang Perkembangan Kogniif

Teori perkembangan kognitif menyatakan bahwa pertumbuhan mental individu adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Anak yang berkembang baik aspek kognitifnya, akan dapat belajar mengembangkan proses berpikir, merespon objek di lingkungannya, dan merefleksikan pengalamannya.

Seiring dengankematangan anak, akan terjadi strukturisasi yang progresif dalam proses kognitif anak, dimana proses berpikir anak berkembang menjadi lebih kompleks. Ketrampilan belajar pada anak terjadi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), bukan di luar otak.

Sebagai contoh, ketrampilan anak seperti membaca atau menghitung, melibatkan kegiatan mental internal yang kompleks, jadi bukan hanya diperoleh karena perubahan perilaku (pendapat para ahli behavioristik), atau sekedar karena proses kematangan (pendapat para ahli maturationist).

Ada beberapa teori yang memberikan kontribusi besar dalam menjelaskan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah teori konstruktivist, sosiokultural dan kecerdasan jamak (multiple intelligences).

Teori perkembangan kognitif menyatakan bahwa pertumbuhan mental individu adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Menurut teori ini, hampir semua aspek kehidupan individu misalnya yang berkaitan dengan sosialisasi, emosi dan lainnya secara langsung dipengaruhi oleh proses berpikir dan bahasa.

Sebagai contoh, anak dapat memiliki teman bermain karena anak memiliki pengetahuan cara berteman dan cara bersikap terhadap dengan teman. Banyak pendidik anak usia dini yang berpedoman pada pandangan konstruktivist dalam melihat perkembangan kognitif pada anak.

Prinsip dasar teori ini adalah bahwa anak membangun pemahamannya melalui interaksi dengan lingkungan sepanjang waktu. Dalam tiap tahapan, anak sebagai individu, terlibat dalam proses menerima, mengorganisasi, dan menginterpretasi informasi baru.

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, maka anak akan dapat mengembangkan ketrampilan kognitifnya, dan membangun pemahamannya tentang konsep maupun proses sepertimemasangkan benda (matching), mengelompokkan (grouping), melihat hubunganantar benda (seeing common relationship), seriasi, urutan, hubungan sebab akibat, dan penalaran logis.

Salah satu ahli perkembangan kognitif yang terkemuka adalah Jean Piaget (1896-1980), yang mengintegrasikan elemen-elemen psikologi, biologi, filosofi, dan logika dalam memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang bagaimana pengetahuan bisa diperoleh individu.

Salah satu prinsip mendasar dalam teorinya adalah bahwa pengetahuan dibangun melalui kegiatan/aksi individu (knowledge is constructed through the action of the learner).

Piaget mengemukakan pendapatnya tentang perubahan perkembangan natural pada anak yang bukan ditentukan oleh faktor genetik, tetapi hanya merepresentasikan cara berpikir anak yang menyeluruh.

Menurut Piaget, anak secara konstan mengeksplor, memanipulasi lingkungan, dan membangun struktur baru yang lebih elaboratif. Namun, Piaget juga mengkarakterisasi aktivitas anak-anak berdasarkan tendensi-tendensi biologis yang terdapat pada semua organisme.

Tendensi tersebut adalah asimilasi, akomodasi, dan organisasi. Asimilasi berarti ’memasukkan/menerima’. Dalam lingkup intelektual, kita butuh mengasimilasi objek atau informasi ke dalam struktur kognitif kita. Sebagai contoh, orang dewasa mengasimilasi informasi dengan membaca buku.

Pada awalnya, seorang bayi mungkin mencoba mengasimilasi sebuah objek dengan menggenggamnya, mencoba meraihnya ke dalam skema genggamannya. Akomodasi berarti merubah struktur kita.Beberapa objek yang kita lihat, belum tentu dengan struktur yang ada, sehingga kita harus melakukan akomodasi.

Sebagai contoh, seorang bayi mendapati bahwa dia dapat menggenggam sebuah balok hanya dengan memindahkan sebuah rintangan. Untuk mencapai akomodasi demikian, bayi-bayi mulai membangun efisiensi dan elaborasi.

Organisasi ide-ide ke dalam sistem yang koheren (masuk akal) dilakukan dengan mengkombinasikan kedua tendensi sebelumnya. Sebagai contoh, seorang anak laki-laki berusia 4 bulan, memiliki kapasitas untuk memperhatikan objek-objek di sekitarnya dan menggenggamnya.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada bayi bermula saat bayi belajar untuk mempercayai lingkungan sekitarnya. Pada usia sekitar 4 bulan, bayi mengembangkan intentionality, yaitu kemampuan melakukan sesuatu agar keinginannya terpenuhi.

Sebagai contoh bayi ’belajar’ bahwa jika menangis, maka ibu atau pengasuhnya akan datang. Pada usia sekitar 6 bulan, bayi mulai menyadari bahwa suatu benda tetap ada sekalipun tak terlihat di hadapannya. Awalnya mereka akan mencari benda tersebut ke tempat terakhir mereka melihat keberadaan benda itu.

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, bayi akan mencari benda itu dengan menyingkirkan penghalangnya ataupun mencoba mencari ke tempat lain. Dalam kondisi tertentu, bayi akan ’protes’ saat orang-orang terdekatnya tidak tampak dihadapannya, atau mainan yang disukainya, tidak bisa dia peroleh.

Pada usia sekitar 18 bulan, kemampuan permanensi objek pada anak (usia toddler) sudah relatif mantap. Imajinasi mental (mental imagery) dan penalaran deduktif mulai berkembang. Anak sudah memiliki kemampuan untuk mencari benda-benda yang disembunyikan di beberapa tempat.

Mereka juga dapat mengingat perilaku orang di sekitarnya , mengingat kejadian yang lalu, dan mulai meniru. Pada usia 3 sampai 4 tahun, anak pra sekolah sudah bisa memanipulasi lingkungan dan senang menemukan hal-hal baru. Mereka mulai menggeneralisasi satu situasi ke situasi lain.

Pada usia TK, (4-5 tahun) anak sudah memahami bahwa simbol-simbol di sekitarnya memiliki arti. Usia 6 tahun, anak sudah belajar membaca tulisan, tertarik pada angka-angka, dimana dalam kegiatan ini, aktivitas fisik dan mental terlibat. Usia 7 sampai 8 tahun anak sudah mulai belajar berpikir logis. Usia 8 tahun, ketrampilan dasar seperti membaca dan menulis sudah relatif mantap.

1) Tahap Perkembangan Kognitif anak usia dini (lahir-8 tahun) menurut Piaget:

a)   Tahap Sensorimotor (lahir-18 bulan)

Pada tahap ini, bayi hanya bergantung pada gerak dan indera dalam mengetahui sesuatu. Berpikir pada bayi dalam tahap ini, sangat berbeda dengan berpikir pada orang dewasa. Pada tahap ini, berpikir terkait erat dengan gerakan fisik dan indera bayi.

Inteligensi adalah kemampuan untuk memperoleh apa yang diinginkan melalui gerakan dan persepsi. Piaget menyebut struktur aksi bayi dengan istilah skema. Sebuah skema dapat berupa pola aksi untuk menghadapi lingkungan, seperti melihat, menggenggam, memukul, atau menendang.

Seperti telah disebutkan, meskipun bayi membentuk skema dan kemudian membentuk struktur aktivitas sendiri, skema pertama bayi terdiri dari reflek-reflek bawaan. Reflek yang paling menonjol adalah reflek menghisap; bayi-bayi secara otomatis menghisap saat bibir bayi disentuh. Reflek-reflek menunjukkan kepasifan tertentu. Dengan demikian skema pun perlu diaktifkan dan distimulasi.

1.   Di usia 0-1 bulan, gerakan bayi sangat terbatas, namun bayi mengalami perkembangan yang signifikan, dimana terjadi proses dan pengaturan refleks-refleks.

2.   Di usia 1-4 bulan, bayi melakukan gerakan yang terjadi secara kebetulan, kemudian dilakukan berulang-ulang karena menimbulkan kesan yang menarik bagi bayi. Gerakan vokalisasi juga dilakukan berulangulang.

3.   Di usia 4-8 bulan, gerakan bayi sudah melibatkan objek di luar dirinya , seperti mainan, pakaian, dan juga orang-orang di dekatnya.

4.   Di usia 8 -12 bulan, terjadi perkembangan yang signifikan, dimana bayi mengkombinasikan gerakan-gerakan pada tahap sebelumnya. Bayi sudah mulai mengerti bahwa gerakan tertentu dapat menyebabkan terjadinya konsekuensi tertentu. Perilaku bayi sudah memiliki tujuan dimana bayi melakukan suatu tindakan agar menyebabkan atau menghasilkan sesuatu.

5.   Di usia 12-18 bulan, bayi bukan saja mengkombinasikan gerakan-gerakan yang telah dipelajarinya, namun mencoba berbagai cara untuk mencapai keinginannya. Pada tahap ini, bayi secara aktif, mencoba-coba cara baru (trial & error) untuk mendapatkan benda yang menarik perhatiannya tapi berada di luar jangkauannya.

Reaksi sirkuler terjadi sewaktu bayi mendapat pengalaman baru dan mencoba untuk mengulanginya. Sebagai contoh adalah saat tangan bayi secara kebetulan menyentuh mulut, bayi kemudia menghisap ibu jarinya.

Ketika tangan terlepas dari mulut, bayi mencoba mengembalikannya lagi ke dalam mulut. Terkadang bayi tidak dapat melakukannya. Mereka memukul wajahnya dengan tangan tetapi tidak dapat menangkapnya.

Mereka menggerakan lengannnya tak beraturan; atau mereka berusaha meraih tangannya dengan mulut tetapi tidak dapat menangkapnya karena seluruh tubuhnya, termasuk tangan dan lengannya, bergerak sebagai satu kesatuan dengan arah yang sama.

Dalam bahasa Piaget, mereka tidak mampu membuat akomodasi yang diperlukan untuk mengasimilasi tangan menjadi skema menghisap. Setelah mengalami kegagalan berulang kali, mereka mengorganisir hisapan dan gerakan tangannya dan menjadi lebih terampil menghisap ibu jari.

Reaksi sirkuler ini terkait erat dengan pendapat Piaget yang mengatakan bahwa perkembangan intelektual merupakan sebuah ”proses konstruksi”. Bayi secara aktif ”menyatukan” gerakan-gerakan dan skemaskema yang berbeda.

Bayi dapat mengkoordinasi gerakan-gerakan yang terpisah setelah mengalami kegagalan berulang kali.Perkembangan tahap kedua disebut reaksi sirkuler primer karena reaksi ini melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh bayi sendiri.

Reaksi sirkuler sekunder terjadi apabila bayi menemukan dan mereproduksi suatu kejadian menarik di luar dirinya. Sebagai contoh, saat bayi membuat gerakan dengan kakinya yang menyebabkan mainan mainan yang menggantung di atas bayi menjadi bergerak pula.

Piaget menyebut reaksi sirkuler sekunder sebagai ”making interesting sights last”. Dia bespekulasi bahwa bayi-bayi senyum dan tertawa pada saat mengenali kejadian yang baru.. Pada saat yang sama, bayi tampak menikmati kekuatan dan kemampuannya sendiri untuk membuat suatu peristiwa terjadi berulang-ulang.

b)   Tahap Pra operasional (18 bulan -6/7 tahun)

Usia 18-24 bulan ini ditandai dengan internalized thought. Anak pada tahap ini mulanya memecahkan masalah dengan memikirkannya terlebih dahulu melalui kesan mental. Pada tahap ini anak mempelajari masalah sebelum bertindak dan terlibat dalam kegiatan trial dan error secara fisik.

Pada anak usia pra sekolah, mereka dapat menggunakan simbol dan pikiran internal dalam memecahkan masalah. Pikiran mereka masih terkait dengan objek konkret saat ini dan sekarang.

Contoh Mental
18 – 24 bulan Bayi dapat memecahkan beberapa menggunakan mental masalah image. Mereka melakukan suatu tindakan dengan berpikir, sekalipun tidak selalu pernah dilakukan. Mereka dapat belajar meniru perilaku orang lain.

Contoh Karakteristik
Contoh Berpikir berdasarkan persepsi (Perception-based thinking) Seorang anak melihat dua buah mangkuk yang masing-masing berisi 10 biji salak. Pada salah satu mangkuk, biji-biji itu letaknya tersebar. Anak tersebut berpendapat bahwa di dalam mangkuk itu terdapat biji salak yang lebih banyak.

Berpikir Unidimensi (Unidimensional thinking)

Seorang bapak sedang membuat kolam ikan dan meminta anaknya untuk mencari batu besar berbentuk persegi. Anak itu berusaha mencari batu yang diinginkan, dan datang ke bapaknya dengan
membawa batu kecil berbentuk persegi.

Bapaknya mengatakan bahwa batu yang diberikan anaknya terlalu kecil, dan menyuruhnya mencari yang besar. Tak lama kemudian sang anak kembali membawa batu yang besar tapi dengan bentuk yang bundar.

Irreversibilitas (Irreversibility)

Seorang anak TK membongkar proyek sains milik kakaknya. Sang ayah marah padanya dan memintanya untuk memasang kembali potongan-potongan yang telah dia bongkar. Namun anak tersebut tidak tahu cara mengembalikan dan menempatkan potongan-potongan itu seperti semula.

Penalaran transduktif (Transductive reasoning)

Seorang anak mendorong adiknya kemudian mengambil boneka beruang yang sedang dimainkan adiknya. Sang anak mencium boneka beruang tersebut dan kemudian bersin-bersin. Tak lama ibunya datang dan marah padanya, lalu mengambil boneka beruang tersebut dari pelukan sang anak, dan mengembalikannya pada adiknya. Anak tersebut menyangka bahwa dia dihukum ibunya karena telah bersin.

Egosentrisme

Seorang anak yang memakai sepatu baru berpapasan dengan teman sebayanya yang memakai sepatu dengan model dan warna yang sama. Anak tersebut sangat marah dan meminta temannya untuk memberikan sepatu yang dipakainya kepadanya. Anak tersebut berpendapat bahwa sepatu yang dikenakan temannya adalah sepatu miliknya juga, sekalipun anak itu tahu bahwa dirinya sedang mengenakan sepatu tersebut.

0 Response to "Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini "

Post a Comment