a.
Model Pembelajaran High/scope
Pendekatan
high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak luar biasa dari
lingkungan miskin di Ypsilanti, Michingan. Pada tahun 1962, David P. Weikart,
direktur pelayaan khusus dari Ypsilanti Public School, yang menamakan Perry
Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai High/Scope Preschool Project).
Weikart
mendesain proyek ini untuk merespon kegagalan yang senantiasa terjadi pada
murid SMA dari lingkungan miskin Ypisilanti. Sepanjang tahun tersebut,
anak-anak secara konsisten dinilai dalam tingkat bawah dalam tes kecerdasaan
dan tes prestasi akademik. Ditandai oleh tren atau situasi ini, Weikart mencari
penyebab dan penyelesaiannya.
Weikart
menyimpulkan bahwa rendahnya skor IQ direfleksikan oleh terbatasnya kesempatan
bagi sekolah untuk melakukan persiapan daripada karena kecerdasaan bawaan anak.
Weikart juga menyimpulkan bahwa pencapaian siswa yang rendah di sekolah
menengah berkorelasi dengan keadaannya di sekolah dasar.
Weikart
kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia 3–4 tahun, dengan
tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari lingkungan miskin ini agar
bisa sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan ini, Weikart meminta ijin untuk
menyelenggarakan program pendidikan pra sekolah yang berlokasi disebuah pusat
komunitas kemudian pindah ke Perry Elementary School.
Pada
tahun 1970, Weikart meninggalkan sekolah umum tersebut dan mendirikan
High/scope Educational Research Foundation. Program pendidikan High/Scope
merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pada teori Piaget.
Pendekatan
ini menekankan identifikasi terhadap keadaan anak berdasarkan pada tingkatan
perkembangan dengan menguji pada pemenuhan kekuatannya. Proyek High/scope
memandang jarn dalam kemampuan dan ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam
kelompoknya sebagai keterlambatan perkembangan, bukan sebagai penyimpangan.
Berdasarkan
pada tugas mereka dalam tujuan ini, guru kemudian berinisatif menggunakan
pendeatan yang sesuai dengan perkembangan (DAP=Developmentally appropriate
Practice) dalam pembelajaran dalam kelas DAP merupakan tujuan jangka
panjang dalam proyek ini.
Tujuan
ini adalah:
·
untuk
mengembangkan kemampuan anak dengan menggunakan berbagai macam kegiatan seni
dan gerak;
·
untuk
mengembangkan kemampuan mereka terhadap objek bedasarkan konsep pendidikan;
·
untuk
mengembangkan kemampuan berbicara mereka, dramatisi, dan kemampuan grafikal
yang dipresentasikan melalui pengalaman dan mengkomunikasaikan pengalaman
mereka terhadap sesama teman atau orang dewasa;
·
untuk
mengembangkan kemampuan bekerjasama dengan orang lain;
·
membuat
keputusan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan
sesuatu;
·
dan
merencanakan penggunaan waktu dan energi mereka;
· dan untuk
mengembangkan mereka dalam menerapkan perolehan kemampuan pemikiran baru mereka
dalam jangkauan yang luas dan natural berdasarkan situasi dan dengan
menggunakan berbagai macam material.
Kurikulum
High/scope akan membantu anak-anak prasekolah menjadi lebih independen,
bertanggung jawab dan menjadi pembelajar yang percaya diri. Selain itu dalam
pembelajaran di High/Scope anak-anak akan dilibatkan pada pembelajaran melalui
keterlibatan yang aktif terhadap alat alat permainan yang ada.
Orang-orang
yang terlibat dalam pembelajaran dan gagasan gagasan yang muncul, anak-anak pra
sekolah akan belajar juga membuat perencanaan sendiri dan berlatih
menerapkannya untk mencapai pengetahuan dan kemempuan yang dibutuhkan oleh
mereka untuk membangun landasan yang kuat bagi pembelajaran mereka selanjutnya.
Kurikulum
High/Scope harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1. Belajar
aktif
Anak
anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, pengalaman bersentuhan
langsung dengan orang orang, benda benda gagasan gagasan dan peristiwa.
Pengalaman pembelajaran aktif akan membantu anak anak membengun pengetahuan
mereka, seperti: belajar konsep, membentuk gagasan, menciptakan simbol dan
abstraksi mereka sendiri.
Sebagai
fasilisator, yang akan mengobservasi dalam berpartisipasi dalam kegiatan anak
anak, guru akan dipandu oleh beberapa kunci pengalaman bahwa seluruh anak perlu
untuk memiliki bagian dari kecerdasan motorik, fisik sosial dan perkembangan
emosi.
Terdapat
10 kunci kategori, antara lain: representasi kreatif, bahasa dan keaksaraan,
hubungn sosial dan inisiatif, gerak, musik, klasifikasi, serasi, angka, ruang,
dan waktu. Kunci pengalaman ini akan sangat berperan dalam pemerolehan sosial
saat ini dan yang akan datang serta kemampuan akademik yang dibuthkan agar
sukses di sekolah.
2.
Interaksi Anak dengan Orang Dewasa
Orang
dewasa mengamati dan berinteraksi dangan anak anak pada level mereka untuk
menemukan bagaimana setiap anak berpikir dan mencari alasan. Orang dewasa
mengzinkan anak untuk mengambil kontrol dalam pembelajarn individual mereka.
Mereka
juga mendukung motivasi dari dalam diri anak dalam pembelajaran dengan cara
mengatur jadual dan lingkungan, memperhatikan iklim sosial yang kondusif,
mendukung penyelesaian konflik yang konstruktif, menginterpretasi tindakan anak
anak dalam bagian kunci pengalaman, merencanakan pendalaman pembelajaran aktif
yang berdasarkan pada minat dan kemampuan anak.
3.
Lingkungan Pembelajaran
Ruang
kelas disusun dalam lima atau lebih pusat minat. Area area ditandai dengan nama
sederhana sehingga dapat memberikan pengertian kepasa anak, seperti “area
buku”, ”area rumah” dan didefinisikan secara jelas.Variasi bahan bahan dalam
menemukan jalan anak, menggunakan, dan menggembalikan apa yang telah mereka
selesaikan.
Pengaturan
seperti ini akan mendukung anak untuk menemukan dan menggunakan bahan untuk
bereksplorasi, menemukan dan belajar tentang dunia mereka. Secara terperinci,
lingkungan pembelajaran dalam pembelajaran High/Scope Curriculum harus
memenuhi beberapa kriteria, antara lain:
1.
Sekolah
harus menyediakan lingkungan fisik pembelajaran yang kondusif untuk belajar dan
merefleksikan tahapan yang berbeda dalam perkembangan masing masing anak.
2.
Seolah
harus menyediakan ruang yang layak untuk melakukan seluruh program kegiatan.
3.
Pusat
ruang harus disusun dalam area yang fungsional yang dapat dikenali oleh anak
dan mengizinkan terjadinya interaksi sosial dan aktifitas individual.
Selain
itu, peralatan, permainan anak, dan furniture dalam sekolah High/Scope
harus memenuhi kriteria sebagai berikut harus menyediakan/ mengatur peralatan
yang cukup, baik mainan anak, alat-alat, dan furniture untuk memfasilitasi
partisipasi antara anak dan orang dawasa.
Karena
itu sekolah harus:
(a) mendukung
objeksivitas pendidikan yang spesifk dan program lokal,
(b) mendukung latar
belakang budaya dan etnis anak,
(c) sesuai dengan usia,
aman, dan mendukung kemampuan dan perkembangan setiap anak,
(d) mudah dijangkau,
atraktif, dan mendorong minat penemuan anak,
(e) didesain untuk
menyediakan berbagai jenis pegalaman belajar dan menyemangati setiap anak untuk
melakukan eksperimen dan eksplorasi,
(f) aman, tahan lama, dan
tetap terjaga dalam kondisi yang baik,
(g)
disimpan
dalam tempat yang aman dan tetap dalam petunjuk yang rapi dalam kondisi yang
baik.
Sasaran
jangka panjang kurikulum High/Scope adalah keseimbangan akademik,
sosial, emosional dan aspek fisik. Yang termasuk dalam aspek sosial-emosional
adalah kemampuan interpersonal dan kemampuan intrapersonal.
· Indikator kemampuan
interpersonal: kemampuan mengertiorang lain, kemampuan berempati, kemampuan
bekerjasama, kemampuan berkomunikasi, kemampuan rasa tanggung jawab.
·
Indikator
kemampuan intrapersonal: percaya diri, kreatif, jiwa sosial kebijakan,
kemandirian, kritis.
Untuk
membantu anak anak agar mereka sukses dalam pembelajaran dan belajar
bertanggung jawab terhadap sekolah dan kehidupannya maka sekolah High/scope
akan menyediakan suatu daftar kegiatan harian yang seimbang antara kegiatan
yang merupakan atas inisiatif anak dangan aktivitas yang melbatkan orang dewasa
secara langsung termasuk kegiatan yang bersifat individual maupun kegiatan
kelompok.
Kegiatan
kelompok juga harus mendukung perkembangan sosial-emosi anak dengan
merencanakan kegiatan rutin dan transisi yang tepat sehingga anak-anak dapat
memperkiran cara yang akan dilakukan. Setiap harinya program High/Scope
memiliki perencanaan kegiatan yang sama, menyediakan kerangka kerja yang
kosisten untuk orang dewasa dan anak.
Rangkaian
perencanaan-tindakan-review (plan-do-review) harian adalah sebuah
kegiatan inti High/Scope yang memberikan kebebasan kepada anak untuk
mempertimbangkan minatnya, membuat rencana, mengikuti kehendaknya,
menggambarkan pengalaman.
Dibalik
rangkaian rencana-pelaksanaan-review di atas, pengaturan jadwal sehari hari
juga mengizinkan anak beertemu dan berkumpul dalam sebuah kelompok kecil atas
inisatif orang dewasa yang didasari oleh minat anak, kebutuhan, dan tingkat
perkembangan mental anak dan melibatkannya dalam sebuah aktivitas berdasarkan
kelompok dalam berinteraksi sosial, musik dan pergerakan fisik.
Assesmen
adalah kunci praktisi, ini memungkinkan mereka untuk memahami tingkat
perkembangan mental anak, mengidentifikasi minat yang dinyatakan, mengamati
kunci pengalaman yang melibatkan setiap anak.
Guru-guru
dalam kelas High Scope mencatat
perilaku anak, pengalamn, dan minat. Mereka menggunakan catatancatatannya untuk
menilai perkembangan dan merencanakan aktivitas yang akan datang guna menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Proses
assesmen ini memerlukan perencanaan kelompok, catatan pengamatan harian,
kumpulan catatan rekaman tiap semester. Catatan-catatan
ini juga digunakan sebagai. Keterangan orang tua
untuk membantu agar lebih baik mengerti perkembangan anak.
b.
Model pembelajaran Bermain Kreatif
Model
pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun 1985 di University
of Tnnessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget dengan pendekatan
konstruktivis.
Model
pembelajaran bermain kreatif dengan pendekatan pembelajaran konstruktivis
merupakan sebuah konsep pembelajaran dengan dasar teori perkembangan anak
dimana anak akan membangun pengetahuannya sendiri. Pendekatan konstruktivis
memberikan pendidikan yang menyeluruh pada anak usia dini.
Konsep
model pembelajaran bermain kreatif tersebut terdiri dari praktek pembelajaran
untuk anak, konten area untuk anak, seperangkat asesmen untuk mengukur tingkah
laku dan kemajuan anak, dan model pelatihan untuk membantu orang dewasa dalam
mendukung perkembangan anak.
Pembelajaran
disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar dengan baik melalui
pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman langsung,
interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide.
Ruang-ruang
kelas ditata sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar
pembelajaran aktif pada anak dapat terjadi. Area dibagi berdasarkan area minat
anak yang diatur dalam permainan yang spesifik, seperti area balok, area
perpustakaan, area rumah tangga, area memasak, area pasir dan air, area seni.
1.
Area Balok
Balok
adalah peralatan yang standar untuk kelas anak-anak yang pertama dan itu
penting untuk mengimplementasikan Kurikulum Kreatif. Balok-balok kosong cocok
untuk anak-anak yang menyukai permainan dramatik. Dalam waktu yang singkat
balok-balok yang besar ini menjadi sebuah boneka, rumah, sebuah bis, atau alat
pemadam kebakaran.
Unit
balok-balok ini menyediakan sebuah kekayaaan dalam belajar aktivitas ini yang
mengizinkan anak-anak untuk mendapatkan konsep-konsep dalam matematika,
pengetahuan alam, geometri, ilmu sosial, dan banyak lagi.
Balok
kayu adalah kebutuhan yang alami untuk anak kecil karena balok-balok itu halus,
keras dan simetris. Anak-anak suka untuk mengembangkan karakter fisik
balok-balok itu dengan menyentuhnya, mengusapnya, dan memukul balok-balok itu
bersama untuk mendengarkan suara balok-balok itu.
Balok
kayu adalah permaianan material yang mengajak anak-anak untuk menciptakan sesuatu
yang mau. Di sini tidak ada cara yang benar atau salah untuk meciptakan sesuatu
dengan balok-balok itu-anak-anak dapat membuatnya semau mereka.
Kadang-kadang
anak-anak memulai dengan sebuah idea apa yang mereka ingin buat, dan juga
desain tiga dimensi ini berkembang sesuai bagaimana anak-anak menempatkan balok
bersama secara acak atau dengan pola.
Seperti
seni lainnya, kreasi anak-anak menghasilkan dengan balok-balok tersebut sering
mengingatkan mereka pada apa yang pernah mereka lihat, jadi mereka mulai untuk
menamakan apa yang mereka ciptakan: rumah, jala, atau pesawat roket.
Membangun
balok penting untuk perkembangan kognitif (kemampuan untukmemandang sesuatu).
Seperti pengalaman anak-anak dengan dunia sekelilingnya,mereka membentuk
gambaran di pikiran mereka dari apa yang mereka lihat.
Bermain
dengan balok memberi mereka sebuah kesempatan unutk menciptakan kembali
gambar-gamabar ini dalam bentuk nyata. Kemampuan menciptakan ini yang
mewakilkan pengalaman-pengalaman mereka adalah sesuatu kemampuanpenting dimulai
dari pikiran yang abstrak.
Terlebih
lagi, karena balok-balokdidesain dalam unit matematika, anak-anak bermain
dengan itu mendapat pengertian yang nyata dari konsep yang penting untuk
berpikir logis. Mereka belajar tentang ukuran, bentuk, jumlah, jenis, area,
panjang, dan berat sebagai apa yang mereka pilih, ciptakan, dan membersihkan
balok-balok.
Balok-balok
permainan yang bernilai untuk perkembangan fisikal. Anak-anak menggunakan otot-otot
besar mereka untuk membawa balok-balok dari satu tempat yang satu ke tempat
yang lain. Mereka menempatkan balok-balok bersama dengan cermat untuk membentuk
sebuah jembatan atau desain yang rumit, mereka menyempurnakan otot-otot kecil
di tangan mereka, yang penting untuk menulis.
Kompetensi
pembelajaran dalam permainan balok adalah anak-anak dapat merealisasikan banyak
keuntungan dari permainan balok saat guru mereka menetapakan Kompetensi yang
realistik dan cocok untuk perkembangan mereka.
Urutan
di bawah adalah contoh Kompetensi yang dapat anda tempatkan sebagai anak-anak
yang bermain dengan balok-balok.
Kompetensi
Untuk Perkembangan Sosial-Emosi:
a.
Bekerja
dengan bebas dan dalam sebuah kelompok (memutuskan kapan, bagaimana, dan dengan
siapa mereka bermain.)
b.
Menunjukkan
kebutuhan, konsentrasi, dan ketakutan dalam jalan sosial yang dapat diterima
(menciptakan rumah sakit atau gua dengan monster dan bermain membuat
kepercayaan)
c.
Berbagi
dan bekerjasama dengan yang lain (menjual barang dan tiang dan merencanakan
proyek pembangunan bersama)
d.
Mendemonstrasikan
kebanggaan dalam menyelesaikan dan sebuah konsep diri sendiri yang positif
(membagikan bangunan mereka dengan berbicara mengenai apa yang mereka ciptakan)
Kompetensi
dari perkembangan kognitif:
a.
Mengembangkan
sebuah pengertian tentang konsep, berat, dan area (membawa balok dan
menggunakan balok-balok dalam konstruksi)
b.
Mengklasifikasikan
dan menyusun objek dengan ukuran, bentuk, dan fungsi (menempatkan balok-balok
dalam ukuran yang sama)
c.
Membuat
kegunaan prinsip-prinsip fisikal (mengembangkan berat, stabilitas, persamaan,
keseimbangan, dan kekuatan untuk mengungkit )
d.
Memprediksikan
penyebab dan efek persahabatan (melihat seberapa tinggi mereka dapat membangun
mereka sebelum balok-balok itu jatuh)
e.
Menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan konstruksi (membuat jembatan atau
langkah-langkah membuat rumah)
f.
Mengorganisasikan
dalam sebuah baris (membuat balok dari rendah ke tinggi dan menghitung dengan
benar)
g.
Menggunakan
tambahan, dasar dan pecahan (menetapkan berapa banyak balok yang diperlukan
untuk mengisi jarak yang kosong)
h.
Mengembangkan
kemampuan membaca dan menulis (membuat tanda untuk bangunan)
Kompetensi
dari Perkembangan Fisikal:
a.
Menggunakan
kemampuan otot kecil dan besar (memegang, mengangkat, menempatkan dan
menyeimbangkan balok-balok)
b.
Mengembangkan
koordinasi antara mata dan tangan (menempatkan balok pada pola yang benar)
c.
Mengontrol
tempat objek-objek (bawah, atas, di atas, di bawah, di atas, dari, dan di
sebelah saat berkontraksi dengan balok-balok)
2.
Area Seni
Sebagian
besar anak kecil biasanya menyenangi seni. Mereka menyukai proses penggunaan
cat ke kertas, menempel-nempelkan, memukul-mukul lilin.
Bekerja
dengan material seni menawarkan anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan
warna, bentuk, rancangan, dan tektur. Menggunakan material seni seperti
lukisan, lilin, spidol, krayon, kanji dari tepung jagung, dan susunan
benda-benda potongan kertas, anak-anak mengekspresikan ide dan perasaan
pribadi.
Dengan
mereka memperlihatkan kreasi dan anak-anak yang lain, mereka belajar menghargai
perbedaan. Untuk anak kecil, proses menciptakan adalah yang paling penting,
bukan apa yang mereka buat. Karya seni menguntungkan semua aspek perkembangan
anak. Saat anak menggambar, melukis, dan potongan kertas.
Mereka
bereksperimen dengan warna, garis, bentuk dan ukuran. Mereka menggunakan cat,
bahan-bahan dan kapur untuk membuat pilihan, mencoba ide, rencana, dan
eksperimen. Mereka mempelajari tentang sebab-akibat saat mencampur warna,
melalui mencoba dan gagal, mereka belajar menyumbangkan.
Melalui
seni mereka, anak belajar mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangan
mereka terhadap dunia. Seni merupakan media yang membiarkan anak-anak merubah
apa yang mereka tidak bisa ucapkan dengan kata-kata dengan terlihat dengan
berbagai seni memberikan percaya diri dan kebanggaan. Seni juga memberikan
kesempatan untuk pembentukan fisik.
Saat
anak-anak merobek kertas untuk mengguntuing kertas, mereka menyempurnakan
otot-otot kecil membuat garis dan bentuk-bentuk dengan spidol dan pinsil warna
membantu anak-anak membentuk otot-otot motorik yang diperlukan untuk menulis.
Seni
menyenangkan dan melegakan untuk anak-anak. Seni membuat mereka belajar banyak
keahlian, mengekspresikan diri, menghargai keindahan, dan bersenangsenang semua
pada saat yang sama.
Kompetensi
pembelajaran dalam permainan seni adalah guru dapat memilih berbagai kompetensi
untuk anak bekerja sambil menjelajah dan menggunakan materi-materi. Kompetensi
pembelajaran dapat membantu guru merencanakan pengalaman seni yang sesuai.
Dengan
menentukan Kompetensi, guru dapat lebih mudah menentukan media seni dan
kegiatan yang akan membantu anak memperluas dan meningkatkan kemampuan mereka.
Meskipun Kompetensi pilihan harus merefleksikan usia dan minat anak, Anda perlu
mempertimbangkan Kompetensi-Kompetensi dibawah ini :
Kompetensi
Untuk Perkembangan Sosial-Emosional
a)
Mengekspresikan
perasaan (memilih warna terang untuk lukisan agar sesuai mood)
b)
Belajar
menyalurkan frustasi dan amarah yang dapat diterima di lingkungan (memukul
lilin)
c)
Melepas
Individualitas (menggambar labu yang beda dengan warna dan desain orisinal)
d)
Merasakan
kebanggaan (membuat mobil yang digantung di kelas)
e)
Berbagi
dan bekerja sama dengan sesama (bekerja sama dalam membuat lukisan dinding)
f)
Kompetensi
Untuk Perkembangan Kognitif
g)
Mengembangkan
kreatifitas (memadukan materi dan tekstur)
h)
Membentuk
pemahaman tentang sebab-akibat (observasi apa yang terjadi saat cat biru +
kuning)
i)
Melabel
bentuk dan benda (melukis lingkaran kuning dan menamakannya matahari)
j)
Memecahkan
masalah
k)
Membentuk
kemampuan merencanakan (menentukan warna apa yang didahulukan)
Kompetensi
Untuk Perkembangan Fisik
a)
Membentuk
otot kecil (mewarnai dengan spidol)
b)
Menyempurnakan
koordinasi mata-tangan
c)
Belajar
arah (melukis lingkaran dengan 1x sapuan kuas)
3.
Area Memasak
Memasak
memperkenalkan anak-anak kepada pengalaman di dunia makanan untuk pertama
kalinya. Mereka tidak hanya mempelajari bagaimana makanan disiapkan tetapi juga
bagaimana makanan itu mempengaruhi kesehatan dan kebahagiaannya.
Kegiatan
memasak menawarkan kepada anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan
makanan, kesempatan menjadi kreatif dan kesempatan untuk menyiapkan makanan
ringan bernutrisi. Hal ini dapat menjadi pemikiran tentang “Kemampuan Bertahan
Hidup” yang menjadi dasar bagi pendidikan semua anak-anak baik lagi-laki
ataupun perempuan.
Memasak
dapat menjadi salah satu aktifitas yang paling menyenangkan di dalam kelas.
Tidak hanya dalam menyiapkan makanan yang menyenangkan, tetapi juga sebagai
laboratorium nyata untuk belajar.
Sebagai
anak-anak yang baru mengerti , mereka belajar tentang berbagai ilmu
pengetahuan. Pada saat mereka mengukur secangkir susu untuk sebuah resep
membuat puding, mereka belajar tentang pengukuran dan isi.
Mereka
mengaduk mentega kacang, mencampur adonan biskuit, dan mengupas wortel. Mereka
mengembangkan kemampuan fisik dan menambah kosa kata mereka. Membuat humus akan
mengajarkan kepada anak-anak tentang nutrisi dan kebudayaan yang baik.
Ketika
anak-anak membuat makanan ringan mereka di pagi hari, anak-anak memulai
pekerjaan hingga selesai dan bisa berbangga hati dengan penyelesaian itu.
Memasak mempengaruhi penginderaan anak-anak dan menambah kekayaan dalam
mendapat kesempatan.
Salah
satu aspek yang paling mempengaruhi dalam memasak bagi anak-anak adalah
ternyata dalam memasak anak-anak diizinkan melakukan kegiatan lebih sedikit
dibandingkan dengan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang dewasa.
Pada
sudut balok, mereka membuat jalan dan jembatan bohongan. Pada sudut rumah mereka
membayangkan menjadi orang tua, guru, dan dokter. Dalam memasak mereka hanya
memiliki kesempatan untuk bertingkah laku hanya seperti anak-anak yang dalam
masa pertumbuhan-sebuah perlakuan yang jarang bagi anak-anak.
Banyak
guru anak-anak usia dini merasa bahwa pengalaman memasak merupakan program yang
alami dan mereka memasukkan kegiatan memasak sebagai suatu pilihan kreatifitas
secara reguler. Ada pula guru yang lainnya yang meniadakan kegiatan memasak
sampai mereka merasa bahwa anak anak sudah terbiasa dengan kegitan rutin di
dalam kelas, dapat memilih kegiatan-kegiatannya dan bekerja dengan bebas.
Dikarenakan
pengawasan adalah sesuatu yang penting untuk memastikan keamanan anak, anda
mungkin menginginkan untuk mempertimbangkan jadual memasak pada hari-hari
tertentu ketika seorang sukarelawan bersedia memberikan bantuan di dalam kelas.
Faktor
yang paling penting dalam membuat keputusan untuk memasukkan kegiatan memasak
ke dalam program anda adalah tingkat kesenangan anda dan kemampuan anda untuk
menentukan waktu yang dibutuhkan dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan
memasak tersebut.
Jagalah
agar anak-anak sehat dan aman adalah yang utama. Prioritaskan untuk memulai
program memasak dengan mengetahui dengan baik tentang alergi makanan yang diidap
anak-anak, sebaik anda mempercayai dan memilih keluarga untuk ikut terlibat
dalam program ini.
Konsultasikan
data anak dan orang tua untuk informasi ini. Ulangi semangat dalam modul ini
ketika anda memiliki waktu dan menemukan satu atau dua ide yang anda rasa siap
untuk dicoba.
Keberhasilan
anda dalam mengimplementasikan sebuah pengalaman memasak atau mendirikan sebuah
area memasak , dan antusias anak-anak untuk memilih kegiatan ini , mungkin
memberi anda inspirasi untuk menjadikan kegiatan lebih berambisi.
Kompetensi
pembelajaran dalam permainan memasak adalah ketika berpikir tentang memasak,
Kompetensi utama kita mungkin untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang
pentingnya sebuah ketrampilan menoling diri sendiri atau untuk memasang sebuah
pondasi untuk lingkungan dengan nutrisi yang baik.
Tetapi
memasak merupakan kegiatan yang menarik untuk membantu anak-anak tumbuh dalam
semua aspek social-emosional, kignitif, dan fisiknya. Saat kita memilih
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dengan anak-anak di dalam kelas,
perhatikan hal-hal dibawah ini:
Kompetensi
untuk Perkembangan Sosio Emosional:
a)
Bekerjasama
dalam kelompok kecil (membuat roti)
b)
Mengembangkan
ketrampilan menolong diri sendiri (menyediakan makanan ringan untuk diri
sendiri)
c)
Menyelesaikan
sebuah perintah (menyediakan sebuah resep dari mulai hingga selesai , termasuk
bersih-bersih)
d)
Mengembangkan
kemandirian (mengikuti sebuah resep melalui gambar tanpa bantuan orang dewasa)
e)
Menunjukkan
perhatian (berbagi dan bergiliran ketika bekerja dengan teman yang lain)
f)
Mengembangkan
kebanggaan terhadap diri sendiri dan kebudayaan yang kita warisi (menyiapkan
dan menyediakan sebuah resep keluarga)
Kompetensi
untuk Perkembangan Kognitif:
a)
Belajar
tentang nutrisi (menyiapkan sebuah makanan ringan yang sehat)
b)
Memecahkan
masalah (menjelaskan seberapa tinggi mengisi cetakan muffin yang diperbolehkan
dengan adonan agar bertambah tinggi)
c)
Mengembangkan
ketrampilan membaca awal (menghubungkan gambar dalam kartu resep dengan tulisan
dibawahnya)
d)
Membangun
pondasi untuk mengenal konsep matematika seperti mengurutkan dan pengukuran
(mengisi sebuah teko dengan empat cangkir air)
e)
Belajar
tentang menggunakan makanan secara ilmiah (memutar cream ke dalam mentega
dengan penuh semangat akan menggoncangkan cream tersebut)
f)
Mengekspresikan
kreatifitas (membuat kue kering yang asin dengan bentuk-bentuk yang tidak
tradisional)
Kompetensi
Untuk Perkembangan Fisik:
a)
Mengembangkan
kontrol motorik halus (mengambil seledri, mengaduk mentega, dan memeras lemon)
b)
Menyeimbangkan
koordinasi mata-tangan (memecahkan telur)
c)
Belajar
tentang petunjuk /tanda-tanda (menggunakan sebuah kocokan)
4.
Area Pasir dan Air
Hampir
setiap orang menyukai rasa santai berjalan telanjang kaki diatas pantai
berpasir atau berendam di dalam bak mandi berair hangat. Anak-anak sebagaimana
juga orang dewasa hampir secara naluri tertarik pada pasir dan air.
Daya
tarik alami yang dimiliki anak akan bahan-bahan ini menjadikan anak-anak
sempurna untuk kelas anak usia dini. Karena kebanyakan anak-anak telah terbiasa
dengan bahan-bahan ini, mereka suka sekali menelitinya.
Dengan
air yang menyegarkan pada kulit mereka atau rasa senang mengayak pasir dengan
jari-jari mereka sulit untuk dicegah. Permainan anak-anak dengan pasir dan air
ini tentu saja membantu dalam pembentukan macam-macam keterampilan mereka.
Dengan
menciduk air dan menapis pasir, anak memperbaiki keterampilan fisik mereka.
Secara bersama-sama meniup gelembung-gelembung air atau membuat benteng pasir,
mereka mengembangkan keterampilan sosialnya.
Pada
waktu yang sama, mereka meningkatan keterampilan pengenalan, karena mereka
memeriksa mengapa benda-benda tertentu tenggelam dalam air dan yang lain
terapung. Main pasir dan air bisa berupa dua aktivitas yang berbeda atau
terpisah.
Masing-masing
memberikan anak banyak kesempatan belajar. Sebagai benda cair, air bisa
dipercikan, dituang, dan dibekukan. Sebagai benda padat/kering, pasir dapat
disaring, digaruk, dan disekop. Permainan terpisah atas masing-masing benda itu
dapat mempertebal rasa sosio emosional anak, kognitif dan pertumbuhan fisik.
Namun
bagaimanapun, permainan pasir dan air penting karena dua alasan. Pertama, pasir
dan air adalah keduanya benda alam yang menjadi kesukaan bagi anak, yang
menimbulkan jenis ekplorasi dan belajar. Kedua, permaina pasir dan permaian air
meningkat ketika keduanya menjadi satu untuk membentuk tiga tipe permainan
-permainan pasir basah.
Anda
tentunya dapat menggunakan permainan air dan pasir sebagai aktivitas
tersendiri. Namun bagaimanapun, dengan menggabungkan kedua tipe permainan dalam
satu area bisa mengembangkan manfaat terpisah dari keduanya.
Permainan
pasir basah membuat anak-anak mengalami dasar matematika dan sains tangan
pertama. Ketika anak-anak mencampurkan pasir dan air, mereka mendapatkan bahwa
mereka telah mengubah sifat keduanya, pasir yang kering menjadi kuat dan airnya
terserap.
Tekstur/
bentuk kedua benda itu berubah juga. Tidak seperti pasir yang kering atau air
cair, pasir yang kering bisa di bentuk. Secara individual dan bersama-sama
permainan pasir dan air dapat secara efektif menarik dan menyejukan otak dan
raga anak.
Anak
mendapat manfaat paling banyak dari permaian pasir dan air apabila guru-guru
membimbing interaksi mereka. Dengan membuat pola-pola pengajaran yang spesifik
bagi anak-anak, anda dapat mengasuh pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Daftar
berikut ini menunjukan beberapa sasaran yang dianjurkan bagi permaianan anak-anak
di area.
Kompetensi
pembelajaran dalam permainan area dan pasir adalah:
Kompetensi
Pengembangan Sosial Emosional
a)
Bermain
secara bekerja sama (berbagi alat-alat yang di gunakan untuk permainan air
bersama dengan anak-anak yang lain)
b)
Menjajaki
peran social (memandikan boneka dan mencuci piring)
c)
Mengembangkan
rasa bangga atas karya yang dibuatnya (meminta agar bangunan benteng yang
dibuat didalam bak pasir tidak dirobohkan pada akhir permainan)
d)
Mengawasi
anak yang bermain sampai selesai (mengaduk dan menggunakan gelembung dan
kemudian membersihkannya)
Kompetensi
Pengembangan Kognitif
a)
Perhatikan
bahan-bahan untuk bagaimana mereka membandingkan dan mempertentangkan
(menambahkan air pada pasir kering untuk melihat bagaimana itu berubah)
b)
Mengerti
hubungan sebab dan akibat (memperkirakan apa yang terjadi bila serpihan sabun
ditambahkan ke air)
c)
Memperhatikan
konserpasi dari isi suatu benda (tuangkan pasir, air atau pasir basah ke dalam
wadah yang tidak sama bentuknya dan membandingkannya)
d)
Pengembangan
kemahiran penyelesaian masalah (bayangkan bagaimana caranya menggali terowongan
pada pasir basah dengan tidak runtuh)
e)
Pengembangan
kreativitas (mencetak pasir basah menjadi berbagai bentuk)
Kompetensi
Pengembangan Fisik:
a)
Memperkuat
pengontrol motorik yang baik (dengan menggunakan pasir membuat angka delapan di
atas pasir)
b)
Mengembangkan
gerakan mata dan tangan (memperhatikan gerakan pasir melalui saringan)
c)
Meningkatkan
koordinasi kemahiran (mengisi cangkir ukur dan sendok)
5.
Area Rumah Tangga
Area
rumah tangga (house corner) merupakan sebuah area pada ruang kelas yang
diperuntukkan untuk “bermain rumah-rumahan.” Pekerjaan yang anak-anak lakukan
di area rumah tangga dinamakan permainan aksi, permainan berpurapura, atau
khayalan; hal ini melibatkan pengambilan peran dan terlibat dalam perilaku
meniru.
Permainan
aksi-sosial, permainan dengan level yang lebih tinggi, menggabungkan interaksi
verbal dengan paling tidak seorang anak yang lain dalam sebuah episode
permainan.
Anak-anak
menggunakan area rumah tangga untuk mengambil peran jauh lebih luas di balik
adegan keluarga yang familiar dan untuk menciptakan lingkungan seasing dan
semenarik ruang angkasa atau setipe dengan gudang sepatu.
Meskipun
lingkungan rumah familiar adalah sebuah tema yang masuk akal untuk permainan
aksi, anak-anak juga melakukan peran karakter nyata dan imajinasi. Dinosaurus
dan setan dapat ditemukan di area rumah tangga semudah menemukan peran ibu,
ayah, dokter, dan penjaga toko.
Anak-anak
suka bermain “khayalan.” Kami telah melihat kesenangan anak ketika berakting
sebagai orang tua, memperlihatkan perbuatan super seperti pahlawan di televisi,
atau menjadi bayi. Kenyataannya, anak-anak terlihat sangat membutuhkan
aktivitas ini.
Pada
satu penelitian mengenai topik ini, peneliti menghilangkan area rumah tangga
dari sebuah kelas pra sekolah dan mengamati bagaimana reaksi anak-anak.
Dalam
tiga hari, anak-anak telah membentuk area mereka sendiri untuk permainan aksi
menggunakan kubus-kubus, meja, dan benda-benda kelas lain untuk menciptakan
sebuah seting untuk permainan berpura-pura. Anak-anak sangat merindukan area
rumah tangga yang mereka hilangkan hingga mereka sendiri membangunnya kembali.
Mengapa
permainan aksi sangat penting bagi anak-anak kecil? Ketika anak-anak mengambil
sebuah peran di area rumah tangga, mereka mengembangkan banyak ketrampilan
baru. Mereka belajar mengenai diri mereka sendiri, keluarga mereka, dan
masyarakat di sekitar mereka.
Dengan
ikut serta dalam permainan aksi, mereka mengumpulkan dan menampilkan pengalaman
masa lalu mereka. Mereka belajar untuk memutuskan dan memilih informasi yang
relevan dalam memainkan sebuah episode permainan.
Ini
adalah sebuah ketrampilan esensial untuk pengembangan intelektual. Anak-anak
juga belajar satu sama lain ketika mereka berinteraksi dalam permainan
aksi-sosial. Mereka belajar untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dan bekerja
sama untuk memecahkan persoalan.
Mereka
mengembangkan kemampuan mereka untuk konsentrasi ketika mereka mengambil tema
permainan yang sama dalam periode waktu yang terus meningkat. Area rumah tangga
mengandung banyak kesempatan untuk pengembangan sosio-emosional.
Permainan
aksi menawarkan anak-anak sebuah forum untuk menunjukkan peran takut dengan
aman dan menghidupkan pengalaman hidup. Melalui permainan aksi, anak-anak dapat
mengambil peran yang mereka takuti dan belajar mengendalikan kecemasan mereka.
Sebagai
contoh, seorang anak yang takut pergi ke rumah sakit untuk melakukan operasi
dapat berpura-pura menjadi dokter. Dengan mengira-ngira peran seorang dokter,
ia dapat merasakan secara langsung dan menampilkan kesannya menjadi seorang
dokter.
Dengan
cara ini anak tersebut memperoleh kontrol untuk mengendalikan ketakutan mereka
yang sebenarnya. Anak-anak juga belajar menjadi fleksibel dan bekerja sama
dengan yang lain dengan merundingkan peran dan bermain bersama.
Tahu
bagaimana berpura-pura membantu anak menjadi perencana yang lebih baik. Itu
membolehkan mereka untuk mengantisipasi bagaimana mereka akan merasa dan
bertingkah laku di situasi kehidupan nyata.
Kompetensi
pembelajaran dalam permainan area rumah tangga adalah keuntungan anak-anak dari
permainan mereka di house corner ketika anak-anak menset dugaan realistis bagi
mereka didasarkan pada tingkat perkembangan mereka.
Ketika
guru ikut serta dalam permainan peran anak-anak, permainan khayalan, dan
permainan aksi-sosial, mereka dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan
anak-anak.
Kompetensi
bagi Perkembangan Sosio-Emosional:
a)
Berinteraksi
satu sama lain (mengambil peran dan berakting)
b)
Mengekspresikan
individualitas dan kreativitas (mengembangkan tema permainan berdasarkan
rujukan dan pengalaman individual)
c)
Bermain
kerja sama dengan yang lain (saling menukar dan berbagi material).
d)
Menunjukkan
sebuah pemahaman dari dugaan dan sikap sosial bagi yang lain (bermain peran dan
beraksi pengalaman hidup).
e)
Mengantisipasi
bagaimana harus bertingkah dalam situasi baru mengembangkan kemampuan
berimajinasi).
f)
Mengendalikan
ketakutan dan kecemasan (mencoba peran dan memainkan pengalaman sulit dan
menakutkan).
g)
Menunjukkan
empati kepada yang lain (mengembangkan peran lebih kompleks dan menunjukkan
perhatian bagi yang lain dalam peran tersebut).
Kompetensi
bagi Perkembangan Kognitif:
a)
Menggunakan
simbol untuk mewakili benda-benda dan situasi nyata (menggunakan kotak untuk
mewakili telepon atau sebuah tali untuk menggantikan selang pemadam).
b)
Mengidentifikasi
dan merencanakan episode permainan dengan yang lain. (“Ayo bermain toko-tokoan.
Kamu yang jadi penjaga toko, saya yang akan berbelanja.”)
c)
Menampilkan
informasi dan pengalaman masa lalu untuk memecahkan masalah. (“Apa yang akan
kita lakukan untuk memberi makan bayi ini? Tidak ada sereal di dalam rumah!
Kita harus pergi ke toko.”)
d)
Mengelompokkan
properti menurut karakteristik umum. (“Kamu simpan peralatan memasak dan saya
menyimpan perlengkapan makan.”)
e)
Menyusun
benda-benda menurut ukurannya (membereskan properti dan mengembalikannya ke
tempat yang berlabel).
f)
Bertekun
dalam tugas (memainkan keterlibatan dalam episode permainan dalam jangka waktu
yang terus bertambah).
Kompetensi
bagi Perkembangan Fisik:
a)
Meningkatkan
kontrol otot kecil (mengenakan pakaian, mengancing, dan meresleting).
b)
Menggunakan
koordinasi mata-tangan (memakaikan pakaian pada boneka dan mencocokkan
panci-panci dengan tempat cetakkan pada rak di mana benda tersebut disimpan).
c)
Menggunakan
keterampilan membedakan secara visual (mencocokkan dan mengelompokkan
benda-benda seperti peralatan dan perlengkapan makan).
6.
Area Perpustakaan
Sentra
perpustakaan meliputi ruangan untuk melihat buku-buku, ruangan untuk
mendengarkan musik/rekaman dan ruangan untuk menulis.
Ada
yang menempatkan ketiga kegiatan ini dalam satu ruangan yang sama; ada juga
yang menggabungkan kegiatan menulis di dalam area seni dan mendengarkan rekaman
atau kaset menjadi bagian dari area musik.
Lepas
dari penempatan tadi yang paling penting adalah bagaimana nanti guru menata
ruangan dengan perlengkapannya. Sebagaimana di area-area lain, penataan area
perpustakaan memainkan peranan besar dalam memfasilitasi pembelajaran anak.
Kompetensi
pembelajaran dalam permainan Area Perpustakaan:
Sentra
perpustakaan dapat membantu anak dalam mengembangkan aspek kognitifdan fisik.
Penjelasannya dijabarkan dalam butir-butir berikut ini:
Kompetensi
bagi Perkembangan Kognitif:
a)
Mengembangkan
suatu pemahaman terhadap symbol-simbol (menghubungkan gambar anak laki-laki
dengan kata yang tertulis “anak laki-laki”).
b)
Menambah
perbendaharaan kata (mempelajari nama-nama binatang yang ada di Afrika).
c)
Memperkirakan
suatu kejadian (memperkirakan apa yang terjadi selanjutnya dalam suatu cerita
yang dibacakan dengan keras).
d)
Mengenalkan
objek, warna dan bentuk (menunjuk pada objek di papan flannel dan menggambarkan
ciri – cirinya)
e)
Menerapkan
pengetahuan pada situasi baru (mengarang sebuah sajak setelah mendengarkan
puisi – puisi sejenisnya dalam sebuah rekaman).
f)
Mengembangkan
kemampuan menceritakan cerita (mendiktekan cerita kepada guru atau membuat
tulisan tangan).
Kompetensi
bagi Perkembangan Fisik:
a)
Meningkatkan
kemampuan otot kecil/halus (menulis dengan spidol).
b)
Menguatkan
otot mata (melihat gambar dan kata dalam buku ketika dibacakan).
c)
Mengkoordinasikan
antara gerakan mata dengan tangan (menempatkan objek pada papan flannel).
d)
Memperhalus
kemampuan membedakan secara visual (mencari objek atau orang dalam sebuah
ilustrasi yang rumit seperti dalam buku dimana Waldo)
Guru
bisa mengunakan area perpustakaan untuk mendapatkan lebih banyak lagi
sasaran/kompetensi pembelajaran. Tidak semua sasaran yang disebutkan tadi tepat
untuk setiap anak, anda bisa memilih sasaran mana yang paling tepat digunakan sesuai
dengan tingkat perkembangan anak-anak dalam kelompok anda.
Model
pembelajaran aktif dalam kegiatan sehari-harinya mendesain agar setiap kejadian
merupakan suatu perencanaan harian yang memungkinkan anak-anak mengantisipasi
apa yang akan terjadi kemudian.
Kunci
sentralnya adalah merencanakan, melakukan, menilai ulang (plan-do-review).
Asesmen yang digunakan High/scope
adalah sistem Child Observation Record (COR)
untuk memantau kemajuan perkembangan anak.
Hal-hal
yang diobservasi oleh guru adalah Inisiatif (cara anak mengekspresikan
pilihannya), hubungan sosial (cara berhubungan dengan teman), representasi
kreatif (membangun, berpura-pura), musik dan gerakan (memiliki inisiatif
gerakan saat mendengarkan tempo lagu), bahasa dan literatur (menghitung objek,
menjabarkan jarak waktu).
c.
Model Pembelajaran Montessori
Model
pembelajaran Montessori mengacu pada pembelajaran yang dikembangkan Maria
Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang lahir di Chiaravalle,
sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia pada thaun 1870.
Reputasinya
di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari sekolah
kedokteran dan mulai bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas Roma.
Perkerjaan tersebut membuat Montessori sering berinteraksi langsung dengan
masalah cacat mental.
Montessori
meyakini bahwa definisi mental lebih merupakan masalah pedagogik daripada
gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan khusus, orang-orang
cacat tersebut dapat terbantu.
Pemikiran
Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan sumbangsih yang sangat besar
dalam pengembangan kemampuan anak yang memiliki cacat mental. Pemikiran
Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental dilanjutkan dengan pendirian
Casai Dei Bambini atau children’s house di daerah-daerah kumuh Roma pada tahun
1907.
Model
pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan sudah dimulai ketika anak
lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan pemikiran bahwa bahwa
dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai “sensitive periods” (masa peka).
Masa
peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan
berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan
tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat
pada waktunya.
Montessori
memberikan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan
sebagai berikut:
USIA
PERKEMBANGAN
·
Lahir
– 3 tahun
•
Masa
penyerapan toral (absorbed mind), perkenalan dan pengalaman sensoris/
panca indera.
·
1,
5 - 3 tahun
•
Perkembangan
bahasa
·
1,
5 - 4 tahun
• Perkembangan dan
koordinasi antara mata dan otot-ototnya.
•
Perhatian
pada benda-benda kecil.
·
4
tahun
•
Perkembangan
dan penyempurnaan gerakangerakan.
•
Perhatian
yang besar pada hal-hal yang nyata.
•
Mulai
menyadari urutan waktu dan ruang
·
2,
5 - 6 tahun
•
Penyempurnaan
penggunaan panca indera.
·
-
6 tahun
•
Peka
terhadap pengaruh orang dewasa
·
3,
5 - 4, 5 tahun
•
Mulai
mencorat-coret.
·
4,
5 tahun
•
Indera
peraba mulai berkembang
·
4,
5 - 5, 5 tahun
•
Mulai
tumbuh minat membaca
Dasar
pendidikan model pembelajaran Montessori menekankan pada tiga hal, yaitu:
1)
Pendidikan sendiri (pedosentris)
Menurut
Montessori, anak-anak memiliki kemampuan alamiah untuk berkembang sendiri.
Anak-anak mempunyai hasrat alami untuk belajar dan bekerja, bersamaan dengan
keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Selain itu, anak juga
memiliki keinginan untuk mandiri.
Keinginan
untuk mandiri tersebut tidak muncul atas perintah dari orang dewasa melainkan
muncul dari dalam diri anak sendiri.
Dorongan-dorongan
alamiah tersebut akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan
aktivitas-aktivitas yang penuh kesibukan. Namun dalam kegiatan tersebut
sebaiknya anak tidak dibantu melainkan harus berlatih sendiri.
2)
Masa Peka
Masa
peka merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Ketika
masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi dengan alat-alat
permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang dimiliki.
Guru
memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa peka dalam diri anak agak
dapat memberikan tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi anak.
3)
Kebebasan
Model
pembelajaran Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir,
berkarya dan menghasilkan sesuatu. Hal ini dkarenakan masa peka anak tidak
dapat diketahui kapan kepastian kemunculannya. Kebebasan ini bertujuan agar
anak dapat mengaktualkan potensi anak sebebas-bebasnya.
Model
pembelajaran Montessori memfokuskan pada pengembangan aspek motorik, sensorik
dan bahasa. Penekanan utamanyaditempatkan melalui pengambangan alat-alat
indera. Model pembelajaran Montessori membebaskan anak untuk bergerak,
menyentuh, memanipulasi dan bereksplorasi secara bebas.
Langkah
pembelajaran dalam model pembelajaran Montessori terdiri dari tiga langkah,
yaitu
(1) langkah menunjukkan,
(2) langkah mengenal, dan
(3) langkah mengingat.
Contoh:
·
langkah
menunjukkan: Seraya memperlihatkan kertas berwarna merah, guru mengakatan, “Ini
merah!” begitu juga warna yang lainnya,
·
langkah
mengenal: guru mengacaukan kertas-kertas berwarna dan berkata kepada anak,
“Ambillah merah!”,
· langkah mengingat:
dari kertas-kertas berwarna yang telah dikacaukan, guru mengambil sehelai
kertas dan bertanya, “Ini warna apa?”
d.
Model Pembelajaran Reggio Emilia
Model
pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model pembelajaran anak usia dini
yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi.
Model
pembelajaran Reggio Emilia membantu anak-anak untuk belajar dengan membangun
konstruksi pembelajarn mereka sendiri, dimana anak-anak dapat belajar sesuai
dengan tingkatan usianya yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang
rkspresif, komunikatif dan ilmiah.
Model
pembelajaran Reggio Emilia merupakan sebuah model pembelajaran yang mengarah
kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya. Model pembelajaran
Reggio Emilia menerapkan pembelajaran proyek yang merupakan pengkajian yang
lebih mendalam mengenai topik atau konsep yang sangat berarti bagi anak.
Proyek
dapat dilakukan oleh anak-anak selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Proyek yang diambil oleh anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan konsep nyata
kehidupan. Perencanaan berdasarkan model pembelajaran proyek berusaha
meningkatkan proses berpikir anak, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
dan kemampuan negosiasi-sosial.
Prinsip
model pembelajaran Reggio Emilia adalah sebagai berikut:
i.
Kurikulum emergent
Kurikulum
dibangun berdasarkan minat anak-anak. Topik untuk pembelajaran diperoleh
melalui pembicaraan dengan anak-anak, sampai kepada masyarakat atau peristiwa
keluarga, seperti halnya minat atau kesukaan anak-anak. Perencanaan kelompok
merupakan suatu komponen penting dalam pembelajaran.
ii.
Proyek (pekerjaan)
Proyek
merupakan suatu pembelajaran mengenal konsep secara lebih mendalam terhadap gagasan
dan minat yang muncul dalam kelompok.Proyek dapat dilaksanakan selama satu
minggu atau dapat berlanjut sepanjang tahun pelajaran.
Sepanjang
proyek, guru membantu anak-anak untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan
pembelajaran, seperti tata cara meneliti topik dalam pembelajaran dalam
kelompok anak.
iii.
Kerja sama/kolaborasi
Kerja
sama/kolaborasi dipertimbangkan dalam model pembelajaran Reggio Emilia untuk
membantu pemahaman koksep pada anak. Anak-anak diarahkan untuk melaksanakan
diskusi, dialog, kritik, membandingkan, membuat hipitesis dan memecahkan
masalah. Model pembelajaran Reggio Emilia memfokuskan pada keseimbangan antara
pengembangan kemampuan idividu dan keanggotaan
kelompok.
iv.
Guru sebagai peneliti
Peran
guru dalam model pembelajaran Reggio Emilia sangat kompleks. Selain aktif
sebagai pendidik, peran guru yang bertama dan utama adalah sebagai pembelajar
bersama anak-anak.
Selain
itu, guru juga merupakan peneliti dan sebagai peneliti guru harus dengan
seksama menyimak/mendengarkan, mengamati, dan mendokumentasikan pekerjaan
anak-anak dan pertumbuhan komunitas agar dapat merangsang proses berpikir dan
kerja sama anak-anak dengan sebayanya.
v.
Dokumentasi
Serupa
dengan portofolio, dokumentasi merupakan perekaman semua bukti proses
pembelajaran yang memberikan gambaran ketika anak-anak sedang terlibat dalam
pembelajaran atau ketika sedang melakukan sesuatu, penggunaan kata-kata yang
mereka ucapkan, perasaan dan pemikiran anak-anak. Dokumentasi digunakan sebagai
asesmen dan pertimbangan bagi guru untuk melakukan sesuatu.
vi.
Lingkungan
Dalam
model pembelajaran Reggio Emilia, lingkungan dipertimbangkan sebagai guru yang
ketiga. Para guru sangat berhatihati dalam menata ruangan untuk pembelajaran
anak baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, sekaligus ruangan untuk
penataan hasil karya anak.
Kompetensi
pembelajaran dalam model pembelajaran Reggio Emilia adalah:
a)
Mengkomunikasikan
kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan sumber-sumber yang seringkali
terabaikan
b)
Mempromosikan
studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran dengan konteks pembelajaran
yang aktif, konstruktif dan kreatif.
c)
Meningkatkan
profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang tinggi terhadap
nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan keluarganya.
d)
Menjadikan
topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi dan
dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir anak.
e)
Mengorganisasikan
kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan, pameran budaya, seminar, dan
kursus-kursus dalam isu pendidikan dan budaya anak usia dini.
Peranan
guru dalam pendidikan dengan model pembelajaran Reggio Emilia adalah:
·
untuk
membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak,
·
mendorong
agar anak mengeluarkan ide-ide,
·
cara
pemecahan masalah dan konflik,
·
mengatur
kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi tempat yang menyenangkan,
·
mengatur
jenis barang-barang di kelas agar dapat membantu anak membuat keputusan
mengenai benda-benda yang akan digunakan,
·
mendokumentasikan
perkembangan anak melalui visual, videotape, tape recorder, dan portfolio,
·
membantu
anak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang
didapatnya,
·
membantu
anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki melalui
bentuk-bentuk presentasi,
·
membentuk
hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya dan para orang tua, membuat dialog
dan diskusi mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang tua dan
guru lainnya,
· menjaga bentuk
hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak antara rumahnya, sekolah, dan
komunitas lainnya.
Pandangan
model pembelajaran Reggio Emilia terhadap suatu proyek pembelajaran adalah:
· Memunculkan ide-ide
yang diberikan anak atau dari minat anak.
· Projek dapat diprovokasi
oleh guru untuk membantu perkembangan anak.
· Projek dapat
diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat anak. Misalnya:
gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan.
· Projek harus
merupakan sesuatu yang membutuhkan banyak waktu dalam pengerjaannya agar dapat
berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak dapat mendiskusikan ide-ide baru
untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan teman kelompok
atau teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut), dan
untuk melatih anak mengurangi konflik.
· Projek harus memiliki
bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman yang ditemui anak dalam
kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih mengetahuinya, dan harus cukup
‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya
akan ekspresi dalam penyajiannya.
0 Response to "Model-model Pembelajaran Anak Usia Dini (PAUD) Lengkap"
Post a Comment