Ketika banyak pihak
meyakini Asia akan menjadi pusat perekonomian dunia, Jorgan Moller (2011) dalam
bukunya yang berjudul Asia Can Shape the World, mengingatkan pentingnya
pendidikan. Dia menyatakan bahwa dalam menyongsong perannya sebagai lokomotif
ekonomi dunia, pendidikan yang bermutu bagus di Asia mampu berfungsi sebagai
kekuatan yang memiliki energi yang luar biasa besar. Sebaliknya pendidikan
bermutu buruk akan menjadi penghambat bagi laju perkembangan Asia sendiri.
Buku sebagai sumber
ilmu, merupakan salah satu aspek yang tidak bisa terlepas dari dunia
pendidikan. Jorge Luis Borges, penulis kenamaan Argentina, pernah
mengungkapkan, di antara semua instrumen manusia yang paling penting, tidak
diragukan lagi, adalah buku. Dia mengumpamakan sebagaimana halnya sebuah
mikroskop atau teleskop bagi penglihatan, lalu telepon bagi pendengaran atau
suara, maka buku adalah kepanjangan dari ingatan dan imajinasi.
Kelemahan peserta
didik saat ini adalah kemampuan menganalisis data, baik berupa data uraian
kalimat maupun data berupa angka (cf. Samani, 2012). Padahal menurut kajian
Wagner (2008) kemampuan penting yang diperlukan pada percepatan arus informasi
seperti saat ini adalah kemampuan berpikir kritis (critical thinking), termasuk
cara menganalisis informasi yang diterima untuk kemudian diolah dan disampaikan
kembali. Dengan kata lain, kemampuan membaca kritis dalam kegiatan literasi
menjadi hal yang paling mendasar dan perlu ditanamkan bagi anak didik di
sekolah, terutama peserta didik Sekolah Menengah Pertama.
Literasi menjadi
sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari pendidikan karena menjadi sarana untuk
mengenal, memahami, dan mengaplikasikan pengetahuan yang didapat di lingkungan sekolah
ataupun di rumah.
Salah satu alasan
penguatan budaya literasi dengan pembiasaan membaca di rumah adalah pandangan
dari perspektif perkembangan kognitif menurut teori Piaget. Dikatakan bahwa
pada usia remaja (12–17 tahun) seorang anak telah mencapai kemampuan berpikir
logis dari berbagai gagasan yang abstrak. Usia SMP/MTs juga disebut sebagai
usia seseorang mengalami perkembangan penalaran moral (moral development), yang
berkaitan dengan konvensi atau aturan tak tertulis yang harus dilakukan dalam berinteraksi
dengan dengan orang lain.
Hal lain yang
menonjol dalam usia remaja adalah berkurangnya durasi waktu untuk berinteraksi
dengan orang tua dan lebih banyak menggunakan waktunya untuk berinteraksi
dengan dunia luas. Oleh sebab itu, pembiasaan membaca di rumah ini diharapkan
dapat dibangun hubungan komunikasi yang lebih baik di dalam keluarga sebagai
upaya pengembangan budaya literasi di rumah.
0 Response to "Pentingnya Gerakan Literasi Sekolah / GLS"
Post a Comment