a.
Landasan Teori Pemerolehan Bahasa
Teori-teori
yang digunakan untuk pengembangan bahasa bagi anak usia dini adalah
1)
Teori Behaviorist dari Skinner
a)
Teori behaviorist
Teori
ini mendefinisikan pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku. Para behaviorist
mempercayai bahwa manusia dibentuk oleh lingkungan eksternalnya. Jadi kita
perlu mengubah lingkungan pembelajaran agar dapat mempengaruhi pikiran,
perasaan, dan perilaku anak secara bertahap. Perilaku yang positif jika
diperkuat cenderung untuk diulangi lagi, karena pemberian penguatan secara
berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak akan efektif untuk membentuk
perilaku anak.
b)
Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori
Behavioristist
Pendidik perlu memberikan penguatan dalam bentuk pujian atau hadiah terhadap
bicara anak walaupun belum lancar atau jelas pengucapannya. Hal ini akan
mendorong anak untuk mau berbicara dengan siapapun. Guru menyiapkan kondisi
kelas atau sekolah yang mendorong perkembangan bahasa anak.
Misalnya
agar anak menyukai bacaan, pendidik menyediakan buku-buku bacaan yang sesuai
dengan usia anak dimana saja di sudut –sudut sekolah. Anak menyenangi tulisan,
pendidik menyediakan alat-alat tulis (pensil, spidol, krayon, arang, dll) dan
kertas (bisa kertas baru atau bekas). Dengan kondisi yang kita siapkan tersebut
dapat mendorong anak memperoleh kemampuan bahasa.
2)
Teori Nativist dari Chomsky
a)
Teori Nativist
Mengutarakan
bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Pada saat seorang anak lahir, dia
telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum”
atau ‘Universal Grammar’. Teori ini mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang
ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap
dapat mempelajarinya.
Anak
tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik
kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang
disebut Perangkat Penguasaan Bahasa ( Language Acquisition Devise /LAD).
b)
Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori
Nativist
Pendidik tidak memaksa kehendak pada anak, bahwa anak memiliki kemampuan. Mereka
bukan makhluk Tuhan yang kosong tetapi makhluk yang sudah memiliki potensi
tinggal dikembangkan. Peran pendidik adalah menjadi model, memfasilitasi dan
memotivasi.
3)
Teori Constructive
a)
Perkembangan
kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain. Dengan
berinteraksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan sikap anak akan
berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia
tertentu, tetapi melalui interaksi social, anak akan mengalami peningkatan kemampuan
berpikir.
b)
Aktivitas
pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori Contructive Anak akan dapat
belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan. Sementara anak melakukan
kegiatan, anak perlu didorong untuk sering berkomunikasi.
Adanya anak yang lebih
tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembelajaran dan mengajak
bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih
tinggi.
Jika anak mengalami
kesulitan, peran orang dewasa yang tepat akan membantu anak memecahkan persoalan
sehingga anak dapat belajar sesuatu dari peristiwa tersebut. Karena itu
pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk
meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.
2.
Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
b.
Isi/Paparan Materi
1)
Konsep Dasar Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Kita
semua menyadari bahwa bahasa merupakan suatu hal yang penting. Tanpa bahasa
seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi
sebagai kebutuhan dasar bagi setiap anak karena merupakan mahkluk sosial yang
harus hidup berdampingan dengan sesamanya. Anak selalu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial.
Anak
dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat
menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa, komunikasi antar
anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat membangun hubungan. Tidak
heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak.
Anak
yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas.
Bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum
dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar
dapat memahami dengan baik.
Anak
akan dapat mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis,
membaca yang sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih
tinggi. Bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan. Dengan adanya bahasa,
satu individu dengan individu lain akan saling terhubungkan melalui proses
berbahasa.
Badudu
(1989) mendefiniskan bahasa sebagai alat penghubung atau komunikasi antar
anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran,
perasaan dan keinginannya.
Sementara
Bromley (1992) menjelaskan bahwa bahasa adalah sistem simbol yang teratur untuk
mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol
visual maupun verbal. Pengembangan keterampilan berbahasa pada anak usia dini
mencakup empat aspek, yaitu: berbicara, menyimak, membaca, dan menulis.
Keterampilan
berbicara dan menulis merupakan keterampilan yang bersifat produktif karena
anak dituntut untuk menghasilkan bahasa. Sebaliknya, keterampilan menyimak dan
membaca bersifat reseptif karena anak lebih banyak menyerap bahasa yang
dihasilkan oleh orang lain. Keterkaitan antara keempat aspek keterampilan ini
dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Menurut
teori nativisme, terdapat keterkaitan antara faktor biologis dan perkembangan
bahasa. Pada saat lahir, anak telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa
yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Teori ini
menjelaskan bahwa tidak terdapat keterkaitan antara kemampuan intelegensi dan
pengalaman pribadi anak.
Meskipun
pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan,
anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia
dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada. Hal ini
dkarenakan anak memiliki alat penguasaan bahasa (language acquisition device)
dan mampu mendeteksi kategori bahasa tertentu.
Selanjutnya,
teori behavioristik lebih mengedepankan peran perlakukan lingkungan setelah
anak dilahirkan. Ketika dilahirkan, anak tidak memiliki kemampuan apapun.
Belajar bahasa harus dengan pengkondisian lingkungan, proses imitasi dan
diberikan penguatan.
Dengan
demikian, pengkondisian lingkungan menjadi sebuah faktor yang sangat kritis
karena lingkunganlah yang perlu memberikan pengaturan pada stimulus dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Jika stimulasi bahasa yang diberikan kepada
anak baik maka konsekuensi atau hasil yang akan didapatkan oleh anak juga akan
baik.
Berbeda
dengan kedua teori sebelumnya, teori konstruktivisme memandang bahwa ketika
anak memperlajari bahasa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya:
peran aktif anak terhadap lingkungan, cara anak memproses suatu informasi, dan
menyimpulkan struktur bahasa. Melalui proses interaksi dengan orang lain, maka
pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang.
Keterampilan
berbahasa pada anak usia dini berkembang sangat cepat. Dalam fase kehidupan
anak usia dini yaitu rentang usia 0-8 tahun, bahasa digunakan dengan cara yang
semakin baik seiring dari hari ke hari. Hal ini sebagian terjadi karena anak
memahami aturan bahasa dengan lebih baik, sebagian karena kosakatanya bertambah
banyak, dan sebagian karena keterampilan belajarnya lebih baik.
Anak
mulai menggunakan bahasa bukan hanya untuk mengkomunikasikan kebutuhannya
sendiri, tetapi juga untuk mendengarkan perasaan dan pandangan orang lain.
Kalimatnya menjadi lebih panjang, dengan struktur tata bahasa yang lebih
canggih, dan juga mengandung lebih banyak arti.
Seorang
anak berusia 5 tahun pada umumnya dapat memberikan kontribusi yang baik pada
percakapan apapun dengan anak-anak lain dan orang dewasa. Keterampilan
berbahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif dan kompetensi
sosial anak.
Menurut
Howard, Shaughnessy (et.al) dalam Jalongo (2007) dijelaskan bahwa anak yang
belajar berbicara dan berinteraksi dengan baik dengan orang lain cenderung
lebih berkembang dalam kemampuan keaksaraan dan belajar beragam pengalaman.
Sebaliknya, anak yang gagal dalam perkembangan keterampilan berbahasa sesuai
usianya memiliki resiko dalam kehidupan sosialnya, bermasalah dalam
keterampilan membaca, dan kesulitan akademik lainnya di sekolah.
Menurut
Neuman (2000), beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh guru dan orang
dewasa dalam pengembangan bahasa anak antara lain: Berbicaralah (dua arah – ada
interaksi timbal balik) dengan anak, libatkan anak dalam percakapan
sehari-hari. Berbicara dua arah kepada anak tidak sama dengan orang dewasa
berbicara dan anak lebih banyak menyimak apa yang orang dewasa katakan.
Dalam
berbciara dua arah, kita meminta anak untuk ikut serta terlibat dalam
percakapan. Anak memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan, memberikan jawaban,
menanggapi pembicaraan, menunjukkan ketidaksetujuan, dsb. Melalui pengalaman
seperti ini, anak akan belajar kosa kata baru dan berbicara dalam berbagai
konteks yang sangat penting bagi anak dalam memperluas pengalamannya dalam
berbahasa.
Bacakan
dan ulangi bacaan cerita dengan teks yang dapat diprediksi oleh anak. Dengan
seringnya kita membacakan buku cerita bagi anak, bukan hanya nilai moral yang
dapat kita tanamkan, akan tetapi anak juga akan belajar bahwa tulisan dan
gambar yang ada dalam buku cerita sebenarnya memiliki arti. Anak akan belajar
memahami sebuah simbol dan memprediksi kelanjutan sebuah cerita.
Semangati
anak untuk menceritakan pengalaman dan mendeskripsikan ide dan kejadian yang
penting bagi mereka. Anak prasekolah memiliki peningkatan pengalaman yang lebih
luas dibandingkan pada masa sebelumnya. Anak tentu akan senang sekali
menceritakan pengalaman yang mereka dapatkan sepanjang hari ketika bermain
dengan teman-temannya.
Kita
juga sebaiknya memberikan kesempatan kepada anak untuk menceritakan gagasan
yang dimilikinya sekaligus untuk memupuk kepercayaan diri mereka. Kunjungi
perpustakaan secara teratur. Mengunjungi perpustakaan secara teratur tidak
hanya menumbuhkan kesadaran akan budaya keaksaraan.
Akan
tetapi anak akan belajar bahwa perpustakaan dapat menjadi tempat utama untuk
mempelajari dunia di sekitar mereka dengan membuka banyak buku. Jika
memungkinkan, kita dapat meminta orang tua untuk membuat perpustakaan di rumah
masing-masing dan memanfaatkannya semaksimal mungkin.
Sediakan
kesempatan bagi anak untuk menggambar dan mencetak, menggunakan alat-alat
menulis. Pengalaman ini akan membantu anak mengungkapkan pengalaman pribadinya
melalui coretan (tertulis). Berikan pengalaman kepada anak untuk menggunakan
peralatan menulis seperti menulis menggunakan pensil, krayon atau spidol sedini
mungkin.
0 Response to "Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini "
Post a Comment