Arah Perkembangan Identifikasi Anak

Sejalan dengan perkembangannya, anak mendapatkan banyak sifap dan pola perilaku yang sama dengan sikap perilaku orang tua mereka. Kadang-kadang persamaan mereka ditunjukkan dalam karakteristik seperti cara berjalan, gerak tangan, serta perubahan lagu suara yang cukup mencolok. Dalam hal demikian anak dikatakan identik dengan ibu atau ayahnya.

Kondisi identifikasi berasal dari aliran Psikoanalisa dan memegang memegang peranan penting dalam teori Freud. Dalam teori Psikoanalitik, identifikasi dihubungkan dengan proses tidak disadari yang dilalui seseorang dalam meniru karakteristik (sikap, pola, perilaku, emosi) orang lain. Anak-anak, dengan meniru sikap serta ciri orang tua mereka, akan merasa bahwa mereka telah menyerap sebahagian kekuatan dan persyaratan yang dimiliki orang tuanya.

Identitifasi menurut pandangan Psikioanalitik, lebih dari penjiplakan perilaku orang tua; anak itu memberi respon seolah-olah ia adalah ibu atau ayah. Jadi seorang anak perempuan yang mengidentifikasikan dirinya dengan ibunya, merasa bangga jika ibunya menerima penghargaan atau kehormatan seolah-olah ia sendiri yang menerimanya.

Melalui proses identifikasi, anak memperolah perilaku yang berbeda-beda yang terlibat dalam perkambangan kontrol diri, pertimbangan yang baik buruk dibentuk dengan cara menggabungkan standar perbuatan orang tua sehingga anak berbuat menurut standar tersebut meskipun pada waktu ibu atau ayah sedang tidak ada, dan anak akan merasa berdosa jika melanggar standar itu.

Beberapa ahli psikologi meragukan pandangan psikoanalitik mengenai identifikasi sebagai proses tidak disadari yang menyatu. Mereka menyatakan bahwa tidak semua anak menyamai orang tua mereka dalam semua hal. Sebagai contoh, seorang anak perempuan mungkin akan mencoba menyamai kemampuan bergaul dan rasa humor seperti ibunya., tetapi bukan nilai-nilai moralnya.

Para ahli psikologi memandang identifikasi sebagai suatu bentuk kegiatan belajar ; anak-anak menirukan perilaku tertentu dari orang tua mereka, karena mereka diberi ganjaran untuk melakukan itu. Saudara kandung, teman sebaya, guru dan tokoh TV merupakan model lain yang berperan sebagai sumber imitasi atau identifikasi. Menurut pandangan ini, identifikasi merupakan proses yang berkesinambungan pada saat respon baru diperoleh sebagai hasil pengalaman langsung dan tidak langsung bersama orang tua atau model lain.

Sebagian besar ahli psikologi – tanpa memandang cara mereka mengidentifikasikannya – memandang identifikasi sebagai proses dasar melatih pergaulan anak-anak. Dengan cara menirukan orang penting dalam lingkungan mereka, anak-anak memperoleh sikap dan perilaku yang diharapkan orang dewasa dalam masyarakat mereka. Orang tua, karena merupakan sekutu yang paling awal dan paling bertemu.

Merupakan sumber utama identifikasi salah satu orang tua yang jenis kelaminnya sama merupakan model untuk perilaku seks yang dicontoh. Jika pada masa kanak-kanak dahulu anak-anak selalu menemukan setiap perbuatan ibu dan ayahnya, dengan bermain ibu-ibuan atau ayahayahan, suka memakai baju dan sepatu ibu serta ayah (melakukan identifikasi terhadap orang tuanya, ), maka pada usia prapuber, dan dengan ditemukan AKU-nya, anak berusaha melepaskan identifikasi lama itu.

Anak mulai bersikap kritis terhadap orangtuanya, terutama sekali terhadap ibunya. Anak lalu melebih-lebihkan kemampuan sendiri, dan berusaha keras untuk berbeda dengan orang tuanya. Dan sebagai substitusi / pegganti orangtuanya, anak mengadakan identifikasi dengan salah seorang kawan, guru di sekolah, bintang film, tokoh pahlawan, dan seterusnya. Sebab pribadi-pribadi tersebut dianggap sebagai substitusi – identifikasi atau sebagai Aku ideal aku ideal ini dianggap mempunyai sifat-sifat yang unggul dari orang tuanya.

Usaha ini ada baiknya, sebab peleketan menyeluruh atau identifikasi total terhadap orang tua bisa menjadi penghalang bagi proses kemandirian anak. Identifikasi ekstrim terhadap salah satu kedua orang tuanya mengakibatkan anak tetap dalam status infantilismepsikis, dan tidak mampu menjadi dewasa secara penuh.

Gejala infantilisme – psikis tersebut sering terdapat pada orang dewasa, sebagai bentuk penlekatan pada figure ibu atau ayahnya tidak bisa di sublimasikan atau diselesaikan selama periode pra purbertas. Selanjutnya selama pra-purbetas ini proses subtitusi identifikasi tadi lebih banyak peniruan, seperti bermain – main saja, dan berganti-ganti bentuknya. Karena itu anak sering berganti teman dang anti “pacar”; dan cintanya berupa cinta monyet.

Perbuatan identifikasi ini diharapkan untuk membeikan rasa aman atau rasa kehangatan pada diri anak yang masih labil mentalnya itu. Sebab, sungguhpun anak-anak sudah mengangkat diri sendiri sebagai “ dewasa” , dan merasa lebih besar, lebih pandai atau lebih mengerti dari pada orangtuanya, namun jauh dalam lubuk hatinya masih banyak bersarang perasaan lemah takut dan bimbang ragu.

Oleh karena itu dia memberikan rasa aman atau rasa kehangatan pada diri anak yang masih banyak bersarang perasaan lemah takut dan bimbang ragu. Oleh karena itu dia memerlukan seorang duplikat; yaiyu seorang kawan yang keadaannya hamper sama dengan dirinya sebagai “ penyangga”EGO-nya.

Agaknya peristiwa memajukan diri-mendua kalikan diri dengan mencari seorang kawan substitusi, untuk menyangga kepribadiannya itu, dianggap perlu, untukmemberikan dukungan moril agar dirinya menjadi lebih kuat.

Dapat dipahami kalau anak-anak puer ini memerlukan seseorang untuk dijadikan kawan berbincang dan tempat curahan suka-dukanya , kawan untuk membagikan rasa kecemasan dan permusuhan, untuk ikut memikul semua rahasia dan dambaan hati, rasa dosa dan pedih dan sebagainya.

Dengan membagikan/ mencurahkan beban hati serta pikiran yang kompleks itu akan terasa oleh anak bahwa “penderitaannya”bisa terungkit lepas. Banyak kualitas pribadi yang sama sekali bukan tipe menurut jenis kelamin, misalnya antusiasme, rasa humor, keramahtamahan, dan kesatuan karakteristik yang dibagi antara laki-laki dan perempuan.

Seorang anak dapat mempelajari karakteristik semacam itu dari salah satu orang tuanya tanpa melanggar kebiasaan peran jenis kelamin. Ketika mahasiswa perguruan tinggi diinterview mengenai persamaan perilaku mereka dengan orang tua mereka dalam hal temperamen dan minat, seperempat dari jumlah lakilaki percaya bahwa mereka menyerupai ibunya dalam hal itu dan jumlah yang sama dipihak perempuan merasa menyerupai bapak mereka, banyak juga yang menyatakan persamaan dengan kedua orang tua mereka (H.Hilgard, 1980).

Eksperimen yang pernah dilakukan memberi kita beberapa petunjuk mengenai jenis variable yang mempengaruhi identifikasi, diantaranya adalah:

·       Beberapa studi menunjukkan bahwa orang dewasa yang hangat dan mendidik lebih cenderung ditiru daripada mereka yang tidak hangat dan tidak mendidik. Anak lakilaki yang memperoleh skor tinggi dalam tes kejantanan condong memiliki hubungan yang lebih hangat dan lebih penuh kasih sayang dengan ayah mereka dibandingkan dengan anak laki-laki yang memperoleh skor anak perempuan yang dinilai cukup feminim juga memiliki hubungan yang lebih hangat dan inti, dengan ibu mereka daripada anak perempuan yang dinilai kurang feminism (Mussen dan Rutherford, 1963).

·       Kekuasaan orang dewasa dalam mengontrol lingkungan anak juga mempengaruhi kecenderungan terhadap proses identifikasi. Jika pihak ibu dominant, anak perempuan cenderung lebih menyamai ibu daripada bapak, dan anak laki-laki mungkin akan menghadapi kesulitan mengembangkan peran berdasarkan jenis kelamin yang bersifat maskulin. Dalam keluarga dengan dominasi dipihak ayah, anak perempuan lebih menyamai ibunya pada tingkat derajat yang tinggi. Bagi anak perempuan, kehangatan dari kepercayaan diri ibunya nampaknya lebih penting daripada kekuasaannya (Hetherington dan Frankie, 1967).

·       Faktor ketiga yang mempengaruhi identifikasi adalah persamaan persepsi antara anak/individu dan model (contoh)nya. Sampai pada taraf dimana seorang anak mempeunyai dasar yang obyektif dalam memandang dirinya sama dengan salah seorang tuanya, anak itu akan cenderung menyamakan dirinya dengan ibu atau ayahnya. Seorang anak perempuan yang tinggi dan berangka tubuh besar dengan bagian muka yang sama dengan ayahnya akan menghadapi kesulitan yang lebih besar dalam menyamakan dirinya dengan ibunya yang perawakannya mungil dibandingkan dengan adik perempuannya yang perawakannya sama dengan ibunya.

0 Response to "Arah Perkembangan Identifikasi Anak"

Post a Comment