Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah
orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan
masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu,
tidak mesti dalam lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di mesjid, di
surau, di rumah, dan sebagainya (Syaiful Bahri Djamarah, 1997:31).
Ketika semua orang mempersoalkan masalah
masalah dunia pendidikan, figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan,
terutama yang menyangkut masalah persoalan pendidikan formal disekolah. Hal ini
tidak dapat disangkal, karena lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan
guru.
Guru secara formal adalah pendidik yang
berada di lingkungan sekolah yang mempunyai tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini (PAUD) dalam jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar (SD), dan pendidikan menengah.
Selain itu, guru juga mempunyai peran yang
sangat penting dalam meningkatkan moral siswa disekolah. Karena selain sebagai tenaga
pengajar guru juga mempunyai tugas untuk mendidik siswa agar moralitas mereka
menjadi lebih baik. Lebih jelasnya, guru adalah figure seorang pemimpin, sosok
arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik.
Namun begitu, seorang yang berstatus guru tak
selamanya dapat menjaga wibawa dan citra sebagai guru dimata anak didik dan
masyarakat. Ternyata masih ada sebagian guru yang mencemarkan wibawa dan citra
guru. Di media massa (cetak dan elektronik), sering diberitakan tentang oknum
oknum guru yang melakukan suatu tindakan asusila, asosial dan amoral.
Perbuatan itu tak seharusnya dilakukan oleh
seorang guru. Lebih fatal lagi apabila perbuatan yang tergolong dalam tindakan
kriminal itu dilakukan terhadap anak didik sendiri. Kepribadian adalah unsur
yang menentukan keakraban hubungan guru dengan anak didik. Kepribadian guru
tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membimbing anak didik.
Pada buku Anak Didik Dalam Interaksi
mengatakan, ’’No one can be a genuine
teacher unless he is himself actively sharing in the human attempt to
understand men and their word.’’ Jadi, tidak seorang pun yang dapat menjadi
seorang yang sejati (mulia) kecuali bila dia menjadikan dirinya sebagai bagian dari
anak didik yang berusaha untuk memahami semua anak didik dan kata-katanya.
Guru yang dapat
memahami tentang kesulitan anak didik dalam hal belajar dan kesulitan lainnya
diluar masalah belajar, terutama yang bisa menghambat aktivitas belajar anak
didik. Pengertian belajar dalam hal ini menurut Ngalim Purwanto (2003: 84)
adalah perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi dalam
suatu hasil latihan atau pengalaman.
Sedangkan menurut W.S. Winkel (1987:3 6),
belajar yaitu suatu aktifitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, keterampilan dan sikap.
Dalam undang-undang dasar tentang pendidikan
dan kebudayaan dijelaskan, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang
undang. Dalam rangka menanamkan keimanan dan ketaqwaan serta ahlak mulia pada
peserta didik tersebut, peran guru sebagai motivator penggerak siswa sangat
berpengaruh. Butuh kepribadian yang bagus, baik dari segi psikis ataupun fisik.
Setiap guru mempunyai
kepribadian masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri
ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan guru lainnya. Kepribadian
sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat
penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap
persoalan. Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar
dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan
atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan.
Misalnya dalam tindakan, ucapan, cara bergaul,
berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang
ringan maupun yang berat. Pendek kata, guru hendaknya dapat dijadikan sebagai
sosok pribadi yang mulia dalam memimpin peserta didiknya, karena kewajiban guru
adalah menciptakan ’’khairunnas’’, yaitu menciptakan manusia yang baik sesuai
dengan pancasila.
MS Kaelan (2000: 12),
mengemukakan bahwa sangat penting bagi para penerus bangsa terutama kalangan
intelektual kampus untuk mengkaji, memahami, dan mengembangkan moral berdasarkan
pendekatan ilmiah, yang pada gilirannya akan memiliki suatu kesadaran serta
wawasan kebangsaan yang kuat berdasarkan nilai-nilai yang dimilikinya sendiri.
Dalam hal ini guru sebagai salah satu intelektual pelopor penerus bangsa harus
menerapkan nilai-nilai pancasila dalam pendidikan.
Untuk itu, guru harus mempunyai kode etik
yang harus dipatuhi dalam menciptakan peserta didik yang baik. Guru sebagai
tenaga professional perlu memiliki kode etik guru dan menjadikannya sebagai
pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian.
0 Response to "Pengertian Guru Menurut Pendapat Para Ahli"
Post a Comment